Latar Belakang
Jauh sebelumnya, Allah telah memberikan janji berkat kepada Abraham, berupa tanah Kanaan. Janji ini bersifat abadi (dilihat dari sudut pandang Allah) (Kej 12:7; 13:15, 18-21). Tetapi rencana Allah untuk menggenapi janji-Nya kepada Abraham melibatkan keturnan Abraham, yaitu Israel (lht. Ul 5:2-3). Oleh sebab itu, dalam Kitab Ulangan, Allah mengkat perjanjian ini dengan keturunan Abraham, bahwa merekalah yang akan mewarisi janji itu. Karena itu, di sini suatu kehidupan yang bersifat Teokratif diatur.
PIDATO PERTAMA (UL 1:6-4:43).
Dalam Kitab Ulangan, Allah memimpin umat-Nya (Teokrasi) menuju
tanah tanah perjanjian melalui seorang Hamba, yaitu Musa. Allah berfirman kepada
hamba-Nya dan hamba Tuhan itu berbicara kepada umat Allah yang dipimpin
sebagaimana Allah berbicara kepadanya. “Pada
tanggal satu bulan sebelas tahun ke
empat puluh bicaralah Musa kepada orang Israel sesuai segala yang diperintahkan
Tuhan kepadanya demi mereka.” (Ul 1:3).
Perintah yang diberikan Tuhan melalui hamba-Nya kepada umat Allah
adalah: “Majulah, berperanglah, pergilah, ketahuilah Aku telah menyerahkan negri
itu kepadamu; masukilah; dudukilah negri yang dijanjilan Tuhan kepada nenek
moyangmu.” (Ul 1:6-8).
Allah telah berjanji kepada umat-Nya, yang dikukuhkan dengan
sumpah untuk memberikan suatu negri, yaitu tanah Kanaan itu kepada mereka, serta
berkat yang berlimpah-limpah, namun umat Allah tidak boleh ragu atas apa yang
Allah janjikan; takut kepada musuh, atau bermalas-malasan, melainkan harus
berjuang untuk memperolehnya secara nyata. Israel harus dengan berani maju untuk menaklukan
Kanaan (Bil 13:17-21), yaitu Palestina dan akhirnya menaklukan segala orang di
tanah Amori (Yos 24:15-18), untuk dapat memiliki apa yang telah dijanjikan
Allah bagi mereka.
Para musuh Israel tidak akan dapat melawannya (Ul 7:2), sebab Allah menyertai dan menopang umat-Nya untuk menduduki semua yang telah Ia janjikan bagi mereka dalam kasih karunia-Nya. Jadi Allah menetapkan suatu cara bagi umat-Nya, yaitu Israel akan menuntut haknya atas Kanaan dengan menghalau keluar atau menggantikan penduduk-penduduknya yang mendahului mereka, baik dalam penaklukan maupun dalam pewarisan.
Strategi
Untuk Menduduki Tanah Kanaan
1. Keteratuan
Dari Dalam
Strategi pertama yang digunakan pemimpin umat Allah agar dapat memimpin umat Allah menuju perjanjian Allah adalah, membuat keteraturan dari dalam kelompok umat Allah itu sendiri. Pada waktu hamba Tuhan itu tidak mampu memikul tanggungjawab untuk memimpin umat Allah secara sendirian, maka ia membuat pendelegasian dengan mempercayakan sebagian tanggungjawab itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yakni orang yang bijaksana, berakal budi dan berpengalaman, untuk mengepalai umat Allah. (Ul 1:12-13). Pendelegasian ini dianjurkan oleh Yitro, mertua Musa (Kel 18:19).
Orang-orang yang dipercayai untuk mengepalai uma Allah, harus bertindak sebagai pemimpin atau pengadil yang adil. Mereka harus menyelenggarakan keadilan, menghukum pelanggaran, mempertahankan kebenaran, menuntut kejujuran yang sungguh-sungguh dan keadilan tanpa memandang bulu dan tanpa rasa takut terhadap siapapun, “sebab pengadilan adalah kepunyaan Allah”. (Ul 1:17).
2. Mengintai
Tanah Perjanjian
Pemimpin umat Allah mengutus para pengintai untuk mengintai negri yang akan mereka masuki. Berdasarkan pengamatan mereka, maka sebagian di antara mereka memberikan informasi yang benar bahwa negri itu baik (Ul 1:25), sedangkan sebagian lagi mengatakan kabar busuk bahwa tidak mungkin umat Allah dapat masuk ke sana, sebab situasi di kota itu sukar untuk bisa dihadapi (Ul 1:28). Hal ini menjadikan umat Allah tawar hati dan akibatnya, umat Allah menentang titah Tuhan Allah dengan jalan tidak mau berjalan atau maju menuju tanah perjanjian itu. Mereka menggerutu di dalam kemah-kemahnya dan menganggap Allah bermaksud membinasakan mereka dengan jalan memimpin mereka keluar dari Mesir untuk menyerahkan mereka kepada tangan para musuh mereka. (Ul 1: 26-27).
Namun pemimpin umat Allah, menguatkan hati mereka dengan mengingatkan mereka bahwa sesungguhnya Tuhan-lah yang memimpin umat-Nya secara langsung: “Janganlah gemertar, janganlah takut kepada mereka.; Tuhan Allahmu yang berjalan di depanmu, Dialah yang akan berperang untukmu, sama seperti yang dilakukan-Nya bagimu di mesir, di hadapan matamu, dan di padang gurun, di mana engkau melihat bahwa Tuhan Allahmu mendukung engkau, seperti seorang mendukung anaknya, sepanjang jalan yang kamu tempuh, sampai kamu tiba di tempat ini.” (Ul 1:29-31).
Meskipun demikian, kekerasan hati umat Allah, menjadikan mereka tetap tidak percaya kepada Tuhan yang berjalan di depan dan memimpin mereka sepanjang perjalanan (Ul 1:32-33). Kurangnya kepercayaan terhadap janji Allah, menyebabkan miskinnya kemampuan untuk menjawab tantangan di hadapan kita.
Allah Murka Terhadap Umat-Nya Yang Tidak Taat
A. Tidak Mau Maju
Umat Allah yang tidak mempercayai
Kepemimpinan Allah melalui hamba-Nya, sehingga menggerutu atau bersungut-sungut
dan tidak mau maju untuk menduduki tanah perjanjian itu, dimurkai oleh Allah. “Ketika Tuhan Allah mendengar gerutumu itu,
Ia menjadi murka” (Ul 1:34). Murka Ilahi adalah salah satu sifat Allah yang
mempertahankan hak-hak-Nya (Kel 20:5 “Allah yang cemburu”).
Akibat Murka Allah:
1. Allah bersumpah bahwa satu orang saja pun di antara mereka yang tidak percaya, tidak akan melihat negri yang baik, yang telah dijanjikan itu (Ul 1:35). Mereka akan dipunahkan Allah di padang gurun, tanpa melihat, apalagi memasuki tanah perjanjian itu.
2. Bahwa hanya Kaleb bin Yefune, seorang yang dengan sepenuh hati mengikut Tuhan, dialah berserta anak-anaknya, yang akan memasuki tanah perjanjian itu (Ul 1:36).
3. Pemimpin yang memimpin umat Allah, juga ikut dimurkai Allah dan tidak dijinkan untuk masuk tanah perjanjian itu. “Juga kepadaku Tuhan murka oleh karena kamu, dan berfirman: Juga engkau tidak akan masuk ke sana.” (Ul 1:37). Allah memurkai Musa, karena Musa menunjukkan kemarahannya terhadap bangsa Israel yang keras hati. Pemimpin yang marah karena kesalahan anggotanya, bukan berarti ia tidak bersalah di hadapan Allah.
4. Musa, hamba Allah yang dipilih untuk memimpin umat Allah atas nama Allah, digantikan oleh pelayanannya, yaitu Yosua. Yosualah yang akan memimpin umat Allah untuk masuk ke tanah perjanjian itu (Ul 1:38). Allah tidak mengandalkan manusia untuk memimpin
umat-Nya. Saat seseorang yang dipakai Allah menjadi tidak taat, Allah dapat
mengantikannya dengan orang lain, sama seperti Raja Saul diganti oleh Daud dan
Musa diganti oleh Yosua.
5. Umat Allah dimurkai dan tidak masuk tanah perjanjian Tuhan, namun keturunan mereka diperkenanankan oleh Allah untuk memasuki tanah perjanjian itu (Ul 1:39). Manusia bisa menggalkan dirinya dari rencana Allah, tetapi rencana Allah baginya tidak dapat gagal. Jika seorang ayah tidak taat kepada Allah dan menjadi gagal, maka anak-anaknya, serta cucu-cucunya yang taat kepada Allah, bisa menggenapi rencana Allah dalam hidup mereka.
6. Allah menuntun umat Allah melalui jalan yang lebih sulit lagi (Ul 1:40). Akibat murka Allah, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk membawa umat Allah ke padang gurun (tempat kekeringan) dan ke arah laut Taberau (jalan yang terhimpit di dalam kesulitan).
B.
Terlalu
Berani Untuk Maju
Setelah umat Allah diperingatkan mengenai ketidak taatannya terhadap Allah dengan jalan mengeraskan hati dan tidak mau maju untuk berperang dan menduduki tanah perjanjian itu, maka umat Allah berbalik dan bertobat (Ul 1:41).
Dalam pertobatannya, mereka menjadi “kebablasan”. Mereka berlaku terlalu berani untuk maju dan berperang. Padahal, melalui hamba-Nya, Allah memerintahkan agar mereka jangan maju untuk berperang, sebab Allah tidak ada di tengah-tengah mereka (Ul 1:42).
Akibat terlalu berani :
1. Mereka menentang titah Tuhan (Ul 1:43)
2. Mereka diserbu dan dikejar-kejar oleh musuh (Ul 1:44)
3. Mereka kalah (Ul 1:44)
4. Mereka menangis di hadapan Tuhan (Ul 1:45)
5. Tuhan tidak memberi telinga untuk mendengarkan mereka (Ul 1:45b)
6. Mereka dibuat mengulang kembali dan berlama-lama tinggal di Kadesh (Ul 1:46). Kadesh adalah tempat perhentian pertama bagi perjalanan umat Allah dari Sinai. Dari situlah penyelidikan dikirim ke Kanaan dan ke situlah mereka kembali lagi (Bil 12:16;13:26).
Taat pada Tuhan, tidak melulu harus maju,
tetapi juga harus menahan diri untuk tidak mendatangi tempat-tempat yang
dilarang oleh Tuhan (Bdk Maz 1:1).
Kesimpulan
Gagasan tentang perjanjian, menuntut ketaatan
yang sempurna, serta penyerahan dari pihak umat Allah kepada kehendak Allah
sebagai pihak yang berjanji. Penghukuman Allah terhadap Israel atas
ketidak-taatan terhadap perintah Allah melalui hamba-Nya, adalah petunjuk
tentang jalan yang Allah kehendaki bagi umat perjanjian Baru, bahwa jalan
menuju kerajaan sorga harus ditempuh dengan Iman kepada Allah; penyerahan diri
kepada kehendak Allah dan ketaatan pada perintah-perintah Allah.
Oleh: Ps. Ayub Melkior, S.Th
Tulisan ini memiliki Hak Cipta, dan tidak diperkenankan mengambil, mengutip atau mengcopi, tanpa mencantumkan nama penulis atau sumber penulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih